TINGGAL hitungan hari, Ramadhan 1433 H akan
berakhir. Apa yang harus kita ucapkan apakah mengucapkan
"Alhamdulillahi rabbil ‘alamin" karena kita sudah mampu menyelesaikan
Ramadhan ini dengan baik, atau kita tidak mampu mengucapkan apa-apa,
hanya air mata kita yang menetes ke pipi, karena teringat bahwa bisa
jadi ini adalah Ramadhan kita terakhir.
Kegembiraan dan kesedihan
ketika Ramadhan berakhir pasti akan muncul, gembira karena kita termasuk
kelompok-kelompok yang menang, dan sedih karena boleh jadi kita
termasuk kelompok yang kalah. Tidak ada yang tahu, kecuali Allah, karena
Allah memang menjelaskan bahwa ialah yang langsung menilainya.
Sebulan penuh kita melaksanakan Ramadhan dan sebulan penuh juga nilai-nilai relegius memancar di dalam fisik dan rohani kita. Kita bagaikan seorang yang mengejar CPnS (Calon Penghuni Surga), berusaha mati-matian siang malam untuk selalu dekat kepada-Nya. Di mana di waktu siang kita berpuasa dan diwaktu malam kita melaksanakan qiyamul lail, tadarusan dan sebagainya. Semuanya itu untuk mendapat ‘tiket’ sebagai penghuni Surga.
Seperti munajatnya sang ‘pendosa’ yang merintih bahwa sebenarnya ia tidak pantas masuk ke dalam Surga karena banyaknya dosa yang ia kerjakan, tetapi juga ia tidak sanggup menderita jika ia harus dilemparkan ke dalam Neraka.
Ramadhan merupakan bulan pembakaran dosa, apakah dosa-dosa kita telah kita bakar, sehingga kita tidak berdosa lagi dan mendapatkan kefitrian atau sebaliknya, Ramadhan lenyap begitu saja tapa memberi kesan kepada kita sama sekali.
Sungguh beruntunglah orang-orang yang menyadari kehadiran Ramadhan dan sungguh celakalah orang-orang yang selesai Ramadhan maka dihatinya tidak ada bekas sama sekali.
Hari ini, banyak di antara kita yang mencoba ‘hidup’ di Ramadhan kali ini, tetapi Allah mematikan hati mereka, karena memang hati mereka sudah penuh dengan kesombongan, kerakusan dan sebagainya. Sehingga panggilan untuk melaksanakan ibadah puasa mereka tulikan. Mereka memang hari ini tidak menyadari kesalahan itu, tetapi ketika tubuh ini telah bersatu dengan tanah maka di situlah kita merasakan bahwa apa yang selama ini kita kejar sesungguhnya adalah sesuatu yang semu. Kita sibuk mengejar dunia, tetapi dunia akhirnya meninggalkan kita. Kita baru tersadar ketika maut telah menjemput kita.
Ramadhan adalah bulan muhasabah, apakah kita telah melakukan muhasabah terhadap diri kita. Atau kita lebih banyak menilai diri orang lain?
Sebentar lagi, mungkin tidak akan kita dapati rombongan anak-anak yang berlari-lari menuju masjid untuk shalat jamaah, karena biasnya mereka rajin ke masjid hanya pada Ramadhan saja (mudah-mudahan hal ini tidak benar).
Sebentar lagi tidak akan kita dengar orang-orang yang tadarusan di masjid atau di rumah karena Ramadhan sudah meninggalkannya (mudah-mudahan hal ini tidak benar)
Sebentar lagi tidak akan kita lihat orang-orang yang menyumbang kepada orang-orang yang tidak mampu lewat sedekah dan zakatnya, karena Ramadhan telah meninggalkan kita (mudah-mudahan hal ini tidak benar)
Yang benar adalah apakah tahun depan kita bertemu lagi dengan Ramadhan? Mudah-mudahan saja.
Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin
Sumber : analisadaily.com, komik muslimah
Sebulan penuh kita melaksanakan Ramadhan dan sebulan penuh juga nilai-nilai relegius memancar di dalam fisik dan rohani kita. Kita bagaikan seorang yang mengejar CPnS (Calon Penghuni Surga), berusaha mati-matian siang malam untuk selalu dekat kepada-Nya. Di mana di waktu siang kita berpuasa dan diwaktu malam kita melaksanakan qiyamul lail, tadarusan dan sebagainya. Semuanya itu untuk mendapat ‘tiket’ sebagai penghuni Surga.
Seperti munajatnya sang ‘pendosa’ yang merintih bahwa sebenarnya ia tidak pantas masuk ke dalam Surga karena banyaknya dosa yang ia kerjakan, tetapi juga ia tidak sanggup menderita jika ia harus dilemparkan ke dalam Neraka.
Ramadhan merupakan bulan pembakaran dosa, apakah dosa-dosa kita telah kita bakar, sehingga kita tidak berdosa lagi dan mendapatkan kefitrian atau sebaliknya, Ramadhan lenyap begitu saja tapa memberi kesan kepada kita sama sekali.
Sungguh beruntunglah orang-orang yang menyadari kehadiran Ramadhan dan sungguh celakalah orang-orang yang selesai Ramadhan maka dihatinya tidak ada bekas sama sekali.
Hari ini, banyak di antara kita yang mencoba ‘hidup’ di Ramadhan kali ini, tetapi Allah mematikan hati mereka, karena memang hati mereka sudah penuh dengan kesombongan, kerakusan dan sebagainya. Sehingga panggilan untuk melaksanakan ibadah puasa mereka tulikan. Mereka memang hari ini tidak menyadari kesalahan itu, tetapi ketika tubuh ini telah bersatu dengan tanah maka di situlah kita merasakan bahwa apa yang selama ini kita kejar sesungguhnya adalah sesuatu yang semu. Kita sibuk mengejar dunia, tetapi dunia akhirnya meninggalkan kita. Kita baru tersadar ketika maut telah menjemput kita.
Ramadhan adalah bulan muhasabah, apakah kita telah melakukan muhasabah terhadap diri kita. Atau kita lebih banyak menilai diri orang lain?
Sebentar lagi, mungkin tidak akan kita dapati rombongan anak-anak yang berlari-lari menuju masjid untuk shalat jamaah, karena biasnya mereka rajin ke masjid hanya pada Ramadhan saja (mudah-mudahan hal ini tidak benar).
Sebentar lagi tidak akan kita dengar orang-orang yang tadarusan di masjid atau di rumah karena Ramadhan sudah meninggalkannya (mudah-mudahan hal ini tidak benar)
Sebentar lagi tidak akan kita lihat orang-orang yang menyumbang kepada orang-orang yang tidak mampu lewat sedekah dan zakatnya, karena Ramadhan telah meninggalkan kita (mudah-mudahan hal ini tidak benar)
Yang benar adalah apakah tahun depan kita bertemu lagi dengan Ramadhan? Mudah-mudahan saja.
Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin
Sumber : analisadaily.com, komik muslimah